Ikhwan 100%

Selasa, 23 Agustus 2011


Ikhwan, kata ini pertama kali kudengar semenjak masih duduk di SD. Waktu itu pamanku orang yang suka dengar ceramahnya Aa' Gym. Karena aku sering bolak balik rumah nenek. Jadinya tanpa sengaja kata-kata ikhwan terekam dalam benakku lewat ceramah Aa' Gym. 

Ooh bukan ikhwan tepatnya. tapi aku lebih sering mendengar kata-kata akhwat. Yang kupahami waktu itu mungkin panggilan ini untuk muslim. Akhirnya karena aku masih bingung, kutanyakan langsung hal ini kepada pamanku yang tika itu masih kuliah. Akhwat itu panggilan untuk perempuan muslimah. Sedangkan Ikhwan untuk laki-laki jawab pamanku. Oh, ngono toh mas!


Sejak kecil aku memang termasuk orang yang suka banyak tanya terutama masalah agama. Apalagi pamanku seorang mubaligh. Ia lah yang banyak mengajarkan tentang doa-doa padaku. Bahkan pernah suatu kali aku membaca terjemahan Al Qur'an. Aku dapati disana ada kata-kata "aneh" yang tidak kumengerti maksudnya. Kata itu adalah "bersetubuh di dalam bulan Ramadhan". Otakku langsung bertanya tentang arti kata ini. Akhirnya kutanyakan hal ini pada ibuku. Jawaban ibu waktu itu sungguh tidak memuaskan. "Nanti kalau sudah besar kamu akan tahu sendiri!"

Beberapa tahun berlalu akupun tumbuh sebagai seorang pemuda yang ganteng dan imut-imut (gedubrak!). Waktu itu aku masih duduk di bangku Madrasah Aliyah. Pernah suatu kali guruku mengatakan bahwa sebagai seorang muslim itu, ia harus peka dengan keadaan saudara sesama muslim. Mulai saat itu aku sering berlangganan majalah Sabili. hampir setiap bulan terbit langsung kubeli. Karena dari majalah tersebut aku banyak mendapatkan informasi tentang berbagai peristiwa yang terjadi di Indonesia dan dunia Islam.

Semakin banyak membaca akhirnya membuatku semakin banyak tahu tentang apa yang tengah terjadi dan bergolak di dunia persilatan (emang wiro sableng). Aku semakin bersemangat mempelajari ilmu-ilmu agama. Tidak cukup hanya di bangku kelas saja. Meskipun aku sekolah di pesantren. Tapi aku masih merasa kurang dengan ilmu yang ada. Terutama ilmu yang berkaitan dengan mengelolah masa remaja dengan syar'i sesuai dengan agama.

Akhirnya buku-buku yang membahas remaja Islam kulahap semua (rakus amat seh!) Dari Zero to Hero sampai Nikah Dini Keren! dari yang ngebahas masalah pacaran anak muda jaman sekarang sampai KKN (Kuliah, Kerja dan Nikah). Pokoknya ambisiku waktu itu ingin menjadi remaja yang trendi dan syar'i. Meski gayanya gaul-gaul dikit. Maklum masih lajang (gubrak).

Dari sanalah semuanya bermula. Aku mulai paham gimana menjadi seorang ikhwan tulen. Maka nggak heran dinding kamarku penuh dengan poster-poster heroik.  Dari posternya Bin Laden sampai poster Syaikh Ahmad Yasin. Dari Palestina ke Bosnia. Alhamdulillah, aku nggak terpengaruh dengan trend remaja yang mengidolakan artis-artis yang nggak jelas. Aku lebih suka memajang poster-poster yang membangkitkan semangat juangku. Allahu Akbar!

Setiba di Mesir pun. Aku ikut aktivitas dakwah. Ternyata kegiatan dakwah ini sama persis dengan apa yang kubaca di buku-buku selama ini. Maka saat itu juga statusku berubah menjadi seorang aktivis dakwah (sok mantab). 

Di halaqah-halaqah tarbawiah aku banyak belajar dari mereka. Mereka yang memiliki potensi-potensi dahsyat. Di sana ada murobbi yang selalu mengajarkan arti pengorbanan. Ada wajah yang selalu tersenyum ketika bersua. Ada kenikmatan yang tiada tara berjumpa dengan saudara. Ah, Indahnya ukhuwah islamiyah.

Bagiku, seorang ikhwan itu mempunyai beberapa karakteristik. Yang paling pertama adalah rasa cintanya kepada Allah dan Rasulnya adalah harga final yang tidak bisa ditawar-tawar. Syahadat adalah darah daging dirinya yang membawa konsekuensi kemerdekaan insaniah dan melahirkan generasi rabbani yang hanya terpatri di dadanya kalimat La Ilaaha Illallah Muhammad Rasulullah.

Kedua, motto hidupnya adalah Be A Good Muslim Or Die As Syuhada. Seorang ikhwan harus hidup mulia sebagai muslim dan kalau toh mati. Dia akan menutup kehidupan dengan gelar syuhada. Isy kariman au mut syahidan.

Ketiga, Rasa cintanya kepada ilmu pengatahuan dan kegelisahan dirinya untuk mengamalkannya. Walau ilmu yang dimilikinya hanyalah bagaikan tetesan air di bandingkan ilmu Allah yang luasnya melebihi samudra. Karena cintanya yang terus menyala tak kenal padam, tidak mungkin seorang ikhwan melepaskan kewajiban dirinya untuk menimba ilmu, membina akhlak dan mengamalkan ajaran Islam secara prestatif.

Akhrie Ar-Robbani
Istana SINAI, 23 Ramadhan 1432 H
Yang merindukan lahirnya generasi rabbani


0 komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright 2010-2011 Generasi Rabbani All Rights Reserved.
Template Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.